Rahasia Ilmu Tingkat tinggi
Facing the Giant! banyak orang bingung jika disuruh mengalahkan sesuatu yang lebih besar darinya. Padahal, ilmu ini dapat kita lihat praktiknya dalam lembaran-lembaran sejarah bangsa kita sendiri. Penasaran tentang hal ini? mari kita kupas satu persatu.
Pendahuluan
Kita hari ini, kadang terlalu serius dalam menyikapi framing pengelompokan golongan tertentu. Bukan hanya serius, terkadang lebih parah lagi dengan sangat menjiwai peran kita sebagai cebong atau kampret hingga kita lupa bahwa kita ini satu bangsa setanah air. Cebong adalah istilah untuk pendukung Joko Widodo, sedangkan Kampret adalah mereka yang mendukung Prabowo Subianto. Istilah ini santer kita dengar pada pemilu 2014 dan 2019 dan sekarang mungkin terdengar aneh mengingat Pak Prabowo sendiri masuk ke dalam kabinet Jokowi periode 2019-2024 sebagai Menteri Pertahanan. Padahal, dahulu satu keluarga bisa pecah lantaran sangat menjiwai ketika menjadi cebong dan sebaliknya.
Miris memang. Tapi itulah kenyataan yang terjadi pada saat itu. Banyak pasti yang kecewa lantaran menjadi pendukung militan salah satu calon. Namun, itulah politik. Sesuatu yang masih belum benar benar dipahami oleh mayoritas masyarakat di Indonesia. Padahal, bangsa kita dahulu telah mengalami banyak sejarah panjang akibat literasi yang kurang terkait politik. Sebut saja tentang alasan dibalik kemampuan Belanda menjajah bangsa kita selama 350 tahun. Mungkin diantara kita banyak yang bertanya-tanya, bagaimana mungkin bangsa Belanda yang kecil itu dapat menjajah Indonesia begitu lama, hampir 7 generasi!. Padahal, bangsa Nusantara sebelumnya dikenal sebagai bangsa besar dengan kerajaaan kerajaan raksasa yang menguasai jalur perdagangan di sepanjang pesisir Asia Tenggara. Tentu ada yang salah dan harus kita sadari.
Belajar dari cara Belanda mengalahkan kita
Jika kita memahami apa dan bagaimana Belanda dulu menguasai Indonesia dengan segala komoditi nya, tentu kita tidak akan terjebak pada framing cebong dan kampret. Perlu diketahui bahwa bangsa Belanda bukanlah bangsa pertama yang datang ke Nusantara. Sebelumnya, Portugis telah datang lebih dulu dan menjadi supplier komoditi nusantara ke Eropa. Bersama dengan misi penyebaran Katolik Roma, Portugis telah mengacaukan jalur perdagangan di Nusantara. Walau demikian, perjalanan Portugis tidak mulus untuk menguasai daerah barat Nusantara. Hal Ini mengakibatkan mereka memilih untuk pergi ke daerah timur: Maluku, Ternate, Ambon, Solor.
Belanda tadinya tidak mengerti dimana Nusantara. Bangsa Eropa memang sudah lama mendengar kabar bahwa di selatan bumi di timur jauh terdapat daerah yang sangat kaya raya dengan segala sumber daya nya. Namun, pada waktu itu mereka tidak tahu jalur yang harus ditempuh untuk menuju kesana. Adalah Jan Huygen van Linschoten, yang pada tahun 1595 menerbitkan buku berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia Portugis, yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur pelayaran yang di lakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala permasalahannya. Buku inilah yang kemudian memompa semangat dan keberanian Belanda untuk mulai melakukan perjalanan ke Hindia Timur guna menguasai kekayaannya.
Strategi Belanda menguasai Nusantara
Lalu, bagaimana strategi Belanda dalam menguasai Nusantara? Anda mungkin pernah mendengar istilah “devide et impera“. Strategi ini adalah strategi super canggih yang banyak digunakan untuk menghancurkan musuh yang “seakan” terlalu tangguh untuk dikalahkan. Bagaimana strategi ini bekerja sesungguhnya dan apa kaitannya dengan cebong dan kampret?
Ilmu Politik Tingkat Tinggi: Devide et impera
Secara terjemah bebas, devide et impera bisa diartikan sebagai pecah belah, lalu kuasai. Menurut Wikipedia, devide et impera didefinisikan sebagai kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.
Devide et impera adalah memecah kelompok besar menjadi kelompok kecil dan mencegah mereka membentuk kelompok besar kembali
dudunotes.com
Bagaimana praktek ilmu tingkat tinggi ini oleh Belanda?
Perbedaan yang sejatinya merupakan berkah untuk nusantara sengaja untuk diperselisihkan dan memicu munculnya kelompok kelompok yang lebih kecil. Mari kita lihat praktek strategi ini dalam refleksi kondisi bangsa kita saat ini hingga masa lampau:
Devide et impera Dalam Pemerintahan:
Dimunculkan sentimen terhadap pemerintah pusat yang meski timbul akibat pemerintah sendiri yang kurang memperhatikan daerah, berujung pada bangkitnya organisasi separatis yang tujuannya tentu saja, memisahkan diri dari negara kesatuan NKRI. Jika kita menjadi pihak yang ingin Indonesia kalah, cara paling mudah ya itu tadi. Pihak tersebut akan membiayai siapapun untuk melancarkan aksi berpisah dari Indonesia, dari induknya. Jika sudah pisah seperti negeri di timur sana, tinggal dicaplok kalau memang tanahnya kaya.
Devide et impera Dalam hal SARA:
Diangkatnya issue issue sensitif terkait perbedaan suku, agama, dan ras. Warga Indonesia keturunan tionghoa tidak mau membaur dengan warga pribumi begitu pula sebaliknya. Agama diangkat menjadi issue utama di semua pemberitaan dan konflik horizontal. Konflik di daerah Poso adalah contoh nyata bagaimana sentimen agama dapat menjadi konflik berdarah yang memecah belah masyarakat. Sukuisme juga dimunculkan, suku jawa, suku madura, suku bugis, masing masing merasa menjadi paling dominan dan paling utama di dalam negeri ini sehingga muncullah klan klan dalam bisnis, dalam lembaga, maupun di dalam bersosial.
Lebih jauh lagi, di dalam satu suku, satu agama, atau satu ras, terkadang masih mau dipecah lagi menjadi banyak kelompok kecil. Tengoklah agama islam yang didalamnya berdiri ratusan organisasi yang menyatakan kalau kelompok mereka lah yang paling benar. Seakan yang ada hanya perbedaan dan mereka tidak pernah melihat kesamaan diantara mereka yaitu sama-sama Islam.
Devide et impera Dalam Kedaerahan:
Mudah sekali daerah daerah kita diadu domba dan dipecah hanya karena sepak bola. Supporter Klub bola kota X bisa dengan mudah menyerang supporter klub bola kota Y. Padahal, kita sama sama Indonesia.
Devide et impera Dalam hubungan antar negara:
Sudah dibangun stigma bahwa Indonesia itu ya Indonesia, berbeda dengan Malaysia, Brunei Darussalam, Filiphina, dll. Padahal jika kita tengok sejarah, semua daerah tersebut adalah wilayah kekuasaan Nusantara pada jaman dahulu sehingga bisa dipastikan banyak sekali buyut kita yang mungkin tinggal menetap disana dan beranak pinak disana. Kita masih satu rumpun nenek moyang yaitu ras mongoloid. Ras ini juga merupakan ras asli penduduk benua amerika sebelum eksodus bangsa eropa. Jika kita menyadari bahwa di Asia Tenggara ini kita satu rumpun, maka sudah selayaknya kita bekerja sama dalam tataran Internasional.
Aneka golongan masyarakat ciptaan Belanda
Politik devide et impera adalah politik yang teramat jahat karena mengandalkan adu domba di dalam kelompok besar. Setelah lawan terpecah menjadi kecil, Belanda akan dengan sangat mudah menghancurkan kelompok tersebut karena sudah menjadi kecil. Target pertama Belanda adalah kerajaan yang masih eksis. Mereka menghasut anggota keluarga kerajaan untuk mendukung mereka dan tidak pernah bersekutu dengan kerajaan lainnya.
Belanda pada kala itu juga membangkitkan kembali permasalahan agama, permasalahan ras, dan permasalahan suku. Dalam prakteknya, Belanda mengeluarkan hukum yang berbeda untuk ras yang berbeda. Sejatinya hal ini adalah penggolongan kelompok, yang dengan sendirinya akan memecah masyarakat menjadi kelompok kecil yang sangat rapuh dan mudah dihancurkan. Berikut, saya kutip tulisan dari serbasejarah.blogspot.com:
Pemerintah Kolonial Belanda membagi golongan sosial di Indonesia berdasarkan kepada hukum dan keturunan atau status sosial.
1. Pembagian masyarakat menurut hukum Belanda, terdiri atas: a. golongan Eropa; b. golongan Indo;c. golongan Timur Asing; d. golongan Bumiputera.
2. Pembagian masyarakat menurut keturunan atau status sosial, terdiri atas: a. golongan bangsawan (aristokrat); b. pemimpin adat; c. pemimpin agama; d. rakyat biasa.
Berdasarkan golongan sosial tersebut, orang-orang Eropa dianggap sebagai ras tertinggi, kedua orang-orang Indo (turunan pribumi dan Eropa), ketiga orang-orang keturunan Timur Asing (Cina), dan terakhir orang-orang pribumi (Indonesia).
Posisi Indonesia yang berada pada urutan paling bawah masih juga dibedakan. Kedudukan seseorang pribumi tersebut dalam perkembangannya dibedakan pada aspek keturunan, pekerjaan, dan pendidikan. Pembagian kelas tersebut sebenarnya untuk menunjukan pada kaum pribumi bahwa bangsa kulit putih kedudukannya jauh lebih tinggi dari kulit berwarna.
Melawan politik pecah belah devide et impera
Sangatlah bodoh rasanya jika di era kemerdekaan ini kita masih bisa di adu domba atau dikelompok kelompokkan agar saling memusuhi hanya karena perbedaan pemikiran, warna politik, apalagi cebong dan kampret. Miris sekali memang karena Hal ini banyak sekali kita temui di media social seperti facebook dan Instagram.
Ketika kita bersedia di adu domba, dengan sangat jelas akan ada pihak tertentu yang diuntungkan terhadap hal tersebut. Mari lebih dewasa dalam menyikapi setiap perbedaan khususnya dalam kontestasi politik dalam negeri. Semboyan Bhinneka tunggal ika bukanlah semboyan semu yang ujug ujug ada. Semboyan ini pasti mengandung banyak makna lantaran sudah digunakan sejak era Mojopahit. Semboyan ini sendiri ditemukan dalam kitab Sotasoma karangan Mpu Tantular yang ditulis dengan bahasa Jawa kuno di era pemerintahan Majapahit.
Sebenarnya semboyan ini ada lanjutannya, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa. Banyak tafsir tentang arti semboyan ini. Saya pribadi mengartikan bagian pertama sebagai berbeda yang satu, tunggal, dan dalam kesatuan. Sementara bagian kedua diartikan sebagai tidak ada keraguan dan kerancuan dalam kebenaran, beberapa orang juga menafsirkan sebagai kebenaran tidak ada yang mendua.
Penutup
Pada akhirnya, semua ummat manusia adalah berasal dari satu ayah dan satu ibu. Adalah Adam dan Hawa, cikal bakal seluruh manusia di dunia ini. Tuhan memang sengaja menciptakan kita berbeda. Tujuannya cuma satu, agar manusia semakin kaya dengan wawasan dan ilmu pengetahuan. Setiap ras terlahir dengan bakat alamiah masing masing, setiap suku terlahir dengan kelebihan dan kekurangan masing masing. Maka, dengan cara saling mengenal, kita bisa berkolaborasi untuk menciptakan surga di dunia.
Itulah mengapa level tertinggi bukanlah ukhuwah islamiyah, namun lebih ke ukhuwah insaniyah (hubungan sesama manusia). Mereka yang masih berdiri atas golongan tertentu, dan tidak mau membaur atau berkolaborasi dengan golongan lain, tentu saja belum mengerti. Adalah tugas kita sesama manusia untuk mengingatkan dan mendorong pada persatuan.
Jangan pernah berikan panggung politik pada siapapun yang mengangkat isu identitas. Sudah pasti orang ini sangat licik seperti Belanda. Bersaing ya bersaing saja secara sehat. Tunjukkan prestasi, alih-alih superioritas dari golongannya. Yah, apalah dikata. Masih saja ada orang-orang berpolitik identitas menjadi pemimpin di negeri ini, kedepan jangan diulangi lagi ya =). Kasihan anak cucu kita yang rugi akibat hal ini.
Sebaliknya, ilmu tingkat tinggi ini bisa di manfaatkan untuk mengalahkan sesuatu yang memang jauh lebih besar dari kita. Caranya sama, kita pecahkan saja yang besar itu menjadi pecahan kecil-kecil yang dapat/ mampu kita kalahkan. Jika sudah demikian, bahkan tanpa diserangpun, lawan kita akan berperang dengan dirinya sendiri dan cepat atau lambat, akan menjadi lemah. Saat terlemah dia inilah saat yang paling tepat bagi kita untuk mengalahkan lawan kita tsb.
Wallahua’lam bisshowab
Sumenep, 20 Mei 2022 (1st editing 19 Mar 2023)