Pahami ini sebelum membredel laporan keuangan: 11 asumsi penyusunan laporan akuntansi.

Di dalam dunia akuntansi, terdapat beberapa asumsi dasar/ postulat/ kondisi yang mendasari penyusunan laporan akuntansi. Asumsi dasar ini penting untuk diketahui siapapun yang mengkonsumsi laporan keuangan agar mengerti apa yang tergambar dan tidak tergambar dalam laporan akuntansi. Ya, hal ini penting ketika Anda misalnya ingin membeli saham sebuah perusahaan dengan sebelumnya membaca laporan keuangannya terlebih dahulu. Melalui pemahaman yang baik terhadap laporan akuntansi, maka keputusan Anda dalam membeli atau menjual saham lebih rasional dan memiliki analisis yang baik.

Asumsi dasar Laporan Keuangan

Asumsi 1: Money Measurement / Mengandung nilai Uang

Laporan Akuntansi hanya mencatat semua transaksi/ kegiatan yang memiliki nilai uang di dalamnya. Dengan demikian, transaksi yang tidak mengandung nilai uang di dalamnya, tidak di catat di dalam akuntansi.

Contoh: Jumlah aset karyawan senior tidak bisa diuangkan, oleh karena itu tidak akan tercermin dalam laporan akuntansi. Apa perlunya mengetahui hal ini? tergantung. Beberapa lini bisnis memerlukan karyawan berpengalaman yang lebih dibandingkan bisnis lainnya. Sebaliknya, terkadang sebuah bisnis juga lebih baik memiliki aset banyak anak muda agar bisnisnya dapat berjalan dengan eksponensial. Laporan akuntansi juga tidak bisa menunjukkan seberapa banyak lulusan S1, S2, dan S3 dari sebuah perusahaan. Padahal, Laporan akuntansi sesungguhnya merupakan hasil dari kolaborasi dari semua pihak yang ada di perusahaan.

Asumsi 2: Entity / Kesatuan

Akuntansi harus memisahkan pencatatan transaksi perusahaan dengan pencatatan lain yang tidak terkait misal transaksi pribadi/ perusahaan anakan/ indukan.

Contoh: Perusahaan X memiliki anak perusahaan Y. Maka laporan keuangan perusahaan Y harus dipisah dengan X walaupun pada akhirnya perusahaan X juga akan membuat laporan gabungan performa tiap unit bisnisnya. Hal ini bisa berbahaya ketika kita melihat laporan keuangan secara parsial/ tidak keseluruhan dan ternyata kondisi perusahaan indukan/ anakan tidak sehat.

Asumsi 3: Going Concern / Terus Berjalan

Asumsi ketiga adalah asumsi bahwa perusahaan akan terus berjalan sampai waktu yang masih lama dan akan terus beroperasi sampai waktu tak terhingga. Penyusunan laporan akuntansi dengan asumsi kebalikan yaitu kondisi bangkrut / likuidasi berbeda dengan laporan akuntansi biasa.

Asumsi 4: Cost / Biaya

Transaksi dicatat menurut/ sesuai dengan nominal biaya sesungguhnya yang kita keluarkan, bukan nilai yang terkandung di dalamnya/ harga pasar. Misalnya, ketika kita membeli barang di bawah harga pasar karena kita membeli dari penjual yang kita kenal, transaksi tersebut tetap bernilai sesuai harga yang diberikan (termasuk diskonnya). Lebih jauh, nilai ini juga termasuk di dalamnya biaya pengapalan, pengiriman, asuransi jika ada, bea dan cukai, dll. Oleh karena itu, penting untuk melihat struktur biaya dalam sebuah transaksi. Selain itu, diperlukan kejelian dalam melihat sebuah deal/ kontrak berpengaruh positif atau tidak bagi perusahaan mengingat banyak kontrak dikerjakan dalam beberapa tahun/ multi years.


Asumsi 5: Dual Aspect / Double Entry system

Setiap transaksi di dalam akuntansi akan mempengaruhi setidaknya 2 akun/ account di dalam pencatatan akuntansi. Satu akun akan menerima manfaat dan lainnya memberi manfaat. Untuk lebih jelasnya silahkan me refer ke posting Persamaan Dasar Akuntansi


Asumsi 6: Accounting Period

Penyusunan laporan akuntansi berdasarkan periode umum yaitu setiap tahun (tahunan). Kebanyakan perusahaan juga memiliki kewajiban membuat laporan akuntansi setiap tahun kepada para shareholder. Walaupun demikian, beberapa jenis usaha seperti department store umumnya memiliki periode tahun sendiri yang biasa disebut natural business year yang berakhir setiap 31 Januari.

Asumsi 7: Conservatism

Penyusunan laporan akuntansi menggunakan konsep konservatif. Artinya, ketika perusahaan menghadapi ketidak pastian, lebih baik menyampaikan under statement daripada over statement dalam kaitannya dengan aset dan pendapatan (anticipate no profit but anticipate all losses)

Penerapan konsep ini di dalam transaksi adalah sbb:
a. Hanya mencatat revenue (Omzet) jika secara yakin dan beralasan telah dapat dipastikan
b. Mencatat expense (beban) yang beralasan dan memungkinkan sedini mungkin.

Aplikasi dari penggunaan prinsip ini:

– Hanya mengakui Revenue ketika barang sudah diterima oleh buyer
– Hanya mengakui Revenue setelah selesai mengerjakan jasa
– Hanya mengakui Revenue setelah uang diterima (Unearned revenue)


Asumsi 8: Realization

Prinsip ini mengatakan bahwa akuntansi hanya mencatat atau mengakui nilai yang wajar dan beralasan. Artinya, akuntansi misalnya harus mempertimbangkan hutang yang kemungkinan tidak dibayar oleh pihak lain, tuntutan yang sedang berjalan, dll. Dengan demikian, akuntansi hanya mengakui pendapatan/ revenue ketika:

a. Telah diterima (Prinsip Conservatism) – ketika barang sudah diterima buyer
b. Dapat dipastikan pembayarannya (Realization) – ketika customer dapat dipastikan bayar.


Asumsi 9: Matching

Ketika suatu peristiwa mempengaruhi revenue dan expense secara bersamaan, maka harus di catat dalam periode akuntansi yang sama/

Asumsi 10: Concistency

Pencatatan akuntansi harus menggunakan prinsip, metode dan judgement yang konsisten, tidak berubah ubah. Perubahan dapat dilakukan hanya jika:
– Ada kebutuhan terhadap perubahan
– Di umumkan kepada user

Asumsi 11: Materiality

Akuntansi hanya mencatat secara detail dan jelas setiap transaksi/ peristiwa penting yang signifikan. Untuk transaksi remeh yang sekiranya tidak berpengaruh besar, tetap dicatat namun di gabung kedalam satu kelompok besar. Misal, perusahaan dengan pendapatan sebesar 1 triliun rupiah, tentu tidak akan mencatat setiap pembelian lampu kantornya kedalam laporan akuntansi. 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *